Jumat, 25 November 2011

Keperawatan Anak



BAB  I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar  Belakang
Anak merupakan cikal bakal penerus generasi suatu bangsa dimana anak sehat suatu negara juga akan berkembang. Beberapa anak mengalami penyakit atau suatu kelainan dimana  menjadi masalah tersendiri oleh suatu negara, sehingga dampaknya akan ,menjadi besar apabila tidak terdeteksi lebih dini dan penanganannya tidak tepat. Untuk itu dalam memenuhi tugas mata kuliah asuhan keperawatan anak penulis membahas asuhan keperawatan pada anak dengan beberapa penyakit/kelainan antara lain : .
   
1.2.  Tujuan
-    Mahasiswa mengetahui konsep asuhan keperawatan anak dengan omphalocele
-   Mahasiswa mengetahui konsep asuhan keperawatan anak dengan hipospadia
-   Mahasiswa mengetahui konsep asuhan keperawatan anak dengan phimosis
-   Mahasiswa mengetahui konsep asuhan keperawatan anak dengan hydrocele





BAB II
PEMBAHASAN

2.1.    Omphalocele
2.1.1. Pengertian
     Omphalocele adalah defek pada dinding anterior abdomen pada dasar dari umbilical cord dengan herniasi dari isi abdomen. Organ-organ yang berherniasi dibungkus oleh peritoneum parietal. Setelah 10 minggu gestasi, amnion dan Wharton Jelly juga membungkus massa hernia.(Lelin-Okezone, 2007)
    Omphalocele adalah kondisi bayi waktu dilahirkan perut bagian depannya berlubang dan usus hanya dilapisi selaput yang sangat tipis (dr. Irawan Eko, Spesialis Bedah RSU Kardinah, 2008).
2.1.2 Etiologi
Etiologi pasti dari omphalocele belum diketahui. Beberapa teori telah dipostulatkan, ini termasuk kegagalan kembalinya usus ke dalam abdomen dalam 10-12 minggu, kegagalan lipatan mesodermal bagian lateral untuk berpindah ke bagian tengah dan menetapnya the body stalk selama gestasi 12 minggu.
Faktor resiko tinggi yang berhubungan dengan omphalocele adalah resiko tinggi kehamilan seperti infeksi dan penyakit pada ibu, penggunaan obat-obatan, merokok, dan kelainan genetik. Defesiensi asam folat, hipoksia, dan salisil dapat menyebabkan defek pada dinding abdomen.
Asuhan Keperawatan
Data Fokus Pengkajian
    Fokus Pengkajian menurut Dongoes, M.F (1999):
    1. Mengkaji Kondisi Abdomen
        a. Kaji area sekitar dinding abdomen yang terbuka
        b. Kaji letak defek, umumnya berada di sebelah kanan umbilicus
        c. Perhatikan adanya tanda-tanda infeksi/iritasi
        d. Nyeri abdomen, sering disebabkan oleh inflamasi, obstruksi
        e. Distensi abdomen
    2. Mengukur temperatur tubuh
        a. Demam, biasanya berhubungan dengan dehidrasi, infeksi atau inflamasi.
        b. Lakukan pengukuran suhu secara kontinu tiap 2 jam
        c. Perhatikan apabila terjadi peningkatan suhu secara mendadak.
    3. Kaji Sirkulasi
        Kaji adanya sianosis perifer
    4. Kaji distress pernafasan
        a. Lakukan pengkajian fisik pada dada dan paru
        b. Frekuensi : Cepat (takipneu), normal atau lambat
        c. Kedalaman : normal, dangkal (Hipopnea), terlalu dalam (hipernea)
        d. Kemudahan : sulit (dispneu), othopnea
        e. Irama : v
aliriasi dalam frekuensi dan kedalaman pernafasan
        f. Observasi adanya tanda-tanda infeksi, batuk, seputum dan nyeri dada
        g. Kaji adanya suara nafas tambahan (mengi/wheezing)
        h. Perhatikan bila pasien tampak pucat/sianosis
● Diagnosa Keperawatan
     Pre Op
     1. Pola nafas tidak efektif b.d penekanan rongga abdomen (paru-paru)
     2. Termoregulasi tidak efektif b.d immaturitas
     3. Resiko kurang volume cairan b.d dehidrasi
     4. Resiko infeksi b.d isi abdomen yang keluar
     5. Konflik pengambilan keputusan b.d kurang informasi yang relevan
     6. Perubahan proses keluarga b.d  mempunyai anak yang menderita penyakit serius
     7. Kurang pengetahuan b.d perawatan post op.
     Post Op
     1. Nyeri Akut b.d prosedur pembedahan menutup abdomen.
     2. Resiko Infeksi b.d  trauma jaringan luka post op.
     3. Keterlambatan tumbuh kembang b.d  perawatan yang multipel.
     4. Koping keluarga tidak efektif b.d krisis situasi dari orang terdekat(orang tua).
     5. Cemas b.d  kematian.


● Intervensi
      Pre Op
      Dx 1 : Pola napas tidak efektif b.d. penekanan rongga abdomen (paru-paru)
     Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan manajemen jalan nafas 3x24 jam pola napas pasien kembali normal dan efektif. 
Kriteria Hasil:
a. Suara napas yang bersih, tidak ada sianosis dan dypsneu, mampu bernapas      dengan  mudah
b. Menunjukkan jalan napas yang paten (klien tidak merasa tertekik, irama napas, frekuensi     pernapasan dalam rentang normal, tidak ada suara napas abnormal seperti whezing/mengi).
c. TTV dalam batas normal
             Intervensi:
    
a. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
    
b. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
    
c. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan napas buatan
    
d. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
    
e. Monitor respirasi dan status oksigen
    
f. Keluarkan skret dengan batuk atau suction
Dx 2 : Termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan imaturitas
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan Regulasi suhu selama 3 x 24 jam,   diharapkan termoregulasi pasien kembali normal dan efektif .
Kriteria Hasil:
a. Suhu tubuh pasien dalam batas normal
b. Tidak ada stress pernapasan
c. Tidak ada letargi
d. Perubahan warna kulit dalam rentang yang diharapkan
e. Pasien tidak menggigil
f. Status hidrasi adekuat
Intervensi:
    
a. Monitor suhu badan pasien setiap 2 jam
    
b. Monitor suhu badan bayi baru lahir sampai stabil
    
c. Monitor tekanan darah, nadi dan respirasi
    
d. Monitor warna kulit dan suhu
    
e. Monitor dan laporkan tanda dan gejala hipotermi dan atau hipertermi
    
f. Monitor warna kulit dan suhu
    
g. Bantu meningkatkan keadekuatan cairan dan intake nutrisi

     Dx 3 : Resiko kurang volume cairan b.d. dehidrasi
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan Menejemen cairan selama 3 x 24 jam, diharapkan keseimbangan cairan pada pasien adekuat
Kriteria hasil:                                               
a. Keseimbangan intake & output dalam batas normal
b. Elektrolit serum dalam batas normal
c. Tidak ada mata cekung
d. Tidak ada hipertensi ortostatik
 e. Tekanan darah dalam batas normal
  Intervensi:
    
  a. Pertahankan intake & output yang adekuat
    
  b. Monitor status hidrasi (membran mukosa yang adekuat)
    
  c. Monitor status hemodinamik
   
   d. Monitor intake & output yang akurat
    
  e. Monitor berat badan


2.2.  Hipospadia
2.2.1.  Pengertian
Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan berupa lubang uretra yang terletak di bagian bawah dekat pangkal penis. (Ngastiyah, 2005 : 288).
Hipospadia adalah suatu keadaan dimana lubang uretra terdapat di penis bagian bawah, bukan di ujung penis.
2.2.2.  Etiologi
            a. Embriologi.
            b. Maskulinasi inkomplit dari genetalia karena involusi yang premature dari sel  interstisial testis.

Asuhan Keperawatan  
● Pengkajian
1. Kaji biodata pasien
2. Kaji riwayat masa lalu: Antenatal, natal,
3. Kaji riwayat pengobatan ibu waktu hamil
4. Kaji keluhan utama
5. Kaji skala nyeri (post operasi)
6. Inspeksi kelainan letak meatus uretra
7. Palpasi adanya distensi kandung kemih.

● Diagnosa  Keperawatan
Pre operasi
1. Manajemen regimen terapeutik tidak efektif  b.d pola perawatan keluarga
2. Perubahan eliminasi (retensi urin) berhubungan dengan obstruksi mekanik
3. Kecemasan b. d akan dilakukan tindakan operasi baik keluarga  dan klien.

post operasi                
1. Kesiapan dlm peningkatan manjemen regimen terpetik
b. d petunjuk aktivitas adekuat.
2. Nyeri berhubungan dengan post prosedur operasi
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan invasi kateter
4. Perubahan eliminasi urine berhibingan dengan trauma operasi

I
ntervensi
 pre op
Dx 1 : Manajemen regimen terapeutik tidak efektif b.d pola perawatan keluarga.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan manajemen regimen terapeutik kembali efektif.
Indikator :
a. Status imunisasi anggota kelurga
b. Kesehatan fisik anggota keluarga
c. Asupan makanan yang adekuat
d. Tidak adanya kekerasan anggota kelurga
e. Penggunaan perawatan kesehatan

Intervensi :
a. Jadilah pendengar yang baik untuk anggota keluarga
b. Diskusikan kekuatan kelurga sebagai pendukung
c. Kaji pengaruh budaya keluarga
d. Monitor situasi kelurga
e. Ajarkan perawatan di rumah tentang terapi pasien
f. Kaji efek kebiasaan pasien untuk keluarga
g. Dukung kelurga dalam merencanakan dan melakukan terapi pasien dan perubahan gaya hidup
h. Identifikasi perlindungan yang dapat digunakan kelurga dalam menjaga status kesehatan.

 Dx 2: Perubahan eliminasi (retensi urin) b.d obstruksi mekanik
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam diharapkan retensi urin berkurang
Indikator :
a. Mengatakan keinginan untuk BAK
b. Menentukan pola BAK
c. Mengatakan dapat BAK dengan teratur
d. Waktu yang adekuat antara keinginan BAK dan mengeluarkan BAK ke toilet
e. Bebas dari kebocoran urin sebelum BAK
f. Mampu memulai dan mengakhiri aliran BAK
g. Mengesankan kandung kemih secara komplet

Intervensi :
a. Melakukan pencapaian secara komperhensif jalan urin berfokus kpd inkontinensia
b. Menjaga privasi untuk eliminasi
c. Menggunakan kekuatan dari keinginan untuk BAK di toilet
d. Menyediakan waktu yang cukup untuk mengosongkan blader (10 menit)
e. Menyediakan perlak di kasur
f. Menggunakan manuver crede, jika dibutuhkan
g. Menganjurkan untuk mencegah konstipasi
h. Monitor intake dan output
i. Monitor distensi kandung kemih dengan papilasi dan perkusi
j. Berikan waktu berkemih dengan interval reguler, jika diperlukan.

Dx 3 : Kecemasan b.d akan dilakukan tindakan operasi baik keluarga dan klien.
Tujuan : Setelah dilakukan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kecemasan pasien berkurang.
Indikator :
a. Tingkat kecemasan di batas normal
b. Mengetahui penyebab cemas
c. Mengetahui stimulus yang menyebabkan cemas
d. Informasi untuk mengurangi kecemasan
e. Strategi koping untuk situasi penuh stress
f. Hubungan sosial
g. Tidur adekuat
h. Respon cemas

Intervensi :
a. Ciptakan suasana yang tenang
b. Sediakan informasi dengan memperhatikan diagnosa, tindakan dan prognosa, dampingi pasien untuk meciptakan suasana aman dan mengurangi ketakutan
c. Dengarkan dengan penuh perhatian
d. Kuatkan kebiasaan yang mendukung
e. Ciptakan hubungan saling percaya
f. Identifikasi perubahan tingkatan kecemasan
g. Bantu pasien mengidentifikasi situasi yang menimbulkan kecemasan.

Diagnosa post operasi
Dx 1: Kesiapan dalam peningkatan manajemen regimen terapeutik b.d petunjuk aktivitas adekuat.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kesiapan peningkatan regimen terapeutik baik.
Indikator :
a. Ikut serta dalam perencanaan perawatan
b. Ikut serta dalam menyediakan perawatan
c. Menyediakan informasi yang relefan
d. Kolaborasi dalam melakukan latihan
e. Evaluasi keefektifan perawatan

Intervensi :
a. Anjurkan kunjungan anggota keluarga jika perlu
b. Bantu keluarga dalam melakukan strategi menormalkan situasi
c. Bantu keluarga menemukan perawatan anak yang tepat
d. Buat jadwal aktivitas perawatan pasien di rumah sesuai kondisi
e. Ajarkan keluarga untuk menjaga dan selalu menngawsi perkembangan status kesehatan keluarga.

Dx 2 : Nyeri akut b.d post prosedur operasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selam 3x24 jam diharapkan nyeri berkurang.
Indikator :
a. Melaporkan nyeri (frekuensi & lama)
b. Perubahan vital sign dalam batas normal
c. Memposisikan tubuh untuk melindungi nyeri

Manajemen Nyeri
Intervensi :
a. Kaji secara komperhensif mengenai lokasi
, kualitas, intensitas, dan pencetus nyeri
b. Observasi keluhan nonverbal dari ketidaknyamanan
c. Ajarkan teknik nonfarmakologi (ralaksasi)
d. Bantu pasien & keluarga untuk mengontrol nyeri
e. Beri informasi tentang nyeri (penyebab, durasi, prosedur antisipasi nyeri)

Intervensi :
a. Monitor TD, RR, nadi, suhu pasien
b. Monitor keabnormalan pola napas pasien
c. Identifikasi kemungkinan perubahan TTV
d. Monitor toleransi aktivitas pasien
e. Anjurkan untuk menurunkan stress dan banyak istirahat

Manajemen lingkungan
Intervensi :
a. Cegah tindakan yang tidak dibutuhkan
b. Posisikan pasien dalam posisi yang nyaman

Dx 3 : Resiko tingggi infeksi b.d invasi kateter
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selam 3x24 Jam diharapkan tidak terjadi infeksi.
Indikator :
a. Mengidentifikasi faktor yang dapat menimbulkan resiko
b. Menjelaskan kembali tanda & gejala yang mengidentifikasi faktor resiko
c. Menggunakan sumber & pelayanan kesehatan untuk mendapat sumber informasi


Status imun
Indikator :
a. Tidak menunjukan infeksi berulang
b. Suhu tubuh dalam batas normal
c. Sel darah putih tidak meningkat

Kontrol infeksi
Intervensi :
a. Ajarkan pasien & kelurga cara mencuci
tangan yang benar
b. Ajarkan pasien & keluarga tanda gejala infeksi & kapan melapo
r kepada petugas
c. Batasi pengunjung
d. Bersihkan lingkungan dengan benar setelah digunakan pasien

Perawatan luka
Intervensi :
a. Catat karakteristik luka, drainase
b. Bersihkan luka dan ganti balutan dengan teknik steril
c. Cuci tangan dengan benar sebelum dan sesudah tindakan
d. Ajarkan pada pasien dan kelurga cara prosedur perawatan luka



Perlindungan infeksi
Intervensi :
a. Monitor peningkatan granulossi, sel darah putih
b. Kaji faktor yang dapat meningkatkan infeksi.

2.3.  Phimosis
        2.3.1.  Pengertian
Phimosis adalah penyempitan pada prepusium. Kelainan ini juga menyebabkan bayi/anak sukar berkemih. Kadang-kadang begitu sukar sehingga kulit prepusium menggelembung seperti balon. Bayi/anak sering menangis keras sebelum urine keluar.
Phimosis adalah suatu  keadaan dimana prepusium penis yang tidak dapat diretaksi keproximal sampai ke korona glandis.

2.3.2.  Etiologi
Phimosis pada bayi laki-laki yang baru lahir terjadi karena ruang di antara kutup dan penis tidak berkembang dengan baik.Kondisi ini menyebabkan kulup menjadi melekat pada kepala penis, sehingga sulit ditarik ke arah pangkal.Penyebabnya bisa dari bawaan dari lahir atau infeksi.

Asuhan Keperawatan
●Pengkajian
Pada pasien fimosis, penis memiliki ukuran yang jauh dibawah rata-rata, anak susuah berkemih kadang-kadang sampai kulit prepusium menggelembung seperti balon. Bayi atau anak sering menangis keras sebelum urine keluar, apabila sudah terjadi infeksi dibawah kulit pada penis yang tidak disunat penis menjadi nyeri, gatal-gatal, kemerahan dan membengkak serta bisa menyebabkan penyempitan uretra
  Diagnosa keperawatan
    1. Nyeri b.d kesulitan berkemih karena terjadi penyempitan prepusium.
    2. Resiko tinggi infeksi b.d penyempitan lubang prepusium.
  Intervensi
    Dx 1 : Nyeri b.d kesulitan berkemih karena terjadi penyempitan prepusium.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan selama 2x24 jam  nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil :
1.nyeri berkurang atau hilang
2.mengidentifikasi sumber nyeri
3.mengidentifikasi aktifitas yag meningkatkan dan menurunkan nyeri.
4.Menggambarkan rasa nyaman dari orang lain selama mengalami nyeri.

Intervensi
1.kaji pengalaman nyeri anak.
2. tentukan konsep anak tentang penyebab nyeri.
3. minta anak untuk menunjukan area yang sakit.
4.tingkatkan rasa nyaman.
5.alihkan perhatian anak dg cerita maupun mainan.
6.Bantu anak mengatasi akibat nyeri dengan cara :
    a.Katakan pada anak kapan prosedur yang menyakitkan akan segera berakhir.
    b.Gendong anak kecil untuk menunjukan prosedur telah selesai.
    c.Berikan dorongan pada anak untuk menggambarkan nyerinya.

Dx 2 : Resiko tinggi infeksi b.d penyempitan lubang prepusium.
Tujuan : setelah dilkukan perawatan 2x24 jam tidak ada tanda-tanda infeksi.
Kriteia Hasil : bebas dari proses infeksi nosokomial selama perawatan di RS.
Intervensi :
1.Pantau terhadap tanda2 infeksi ( misi letargi, kesulitan makan, muntah)
2. ajarkan tanda infeksi pada daerah sirkumsisi (misi perdarahan)
3. kurangi kerentanan individu terhadap infeksi.



2.4. Hydrocele
2.4.1. Pengertian
Hydrocele adalah penumpukan cairan pada selaput yang melindungi testis.
2.4.2. Etiologi
Hydrocele bias ada ketika lahir atau terjadi kemudian didalam hidup. Hal ini paling sering terjadi setelah usia 40 tahun. Biasanya penyebabnya tidak diketahui meskipun begitu keadaannya kadangkala diakibatkan oleh sebuah gangguan testicular (missal luka epididymitis, atau kanker).
2.4.3. Gejala
Biasanya hydrocele tidak menyebabkan gejala; hal ini ditemukan sebagai bengkak yang tidak menyakitkan disekitar testis.
Diagnosa
Seorang dokter bias menyinari lampu terang pada bengkak (transillumination) untuk memastikan diagnose pemeriksaan ultrasonic pada testis dilakukan pada hal yang luar biasa missal pada pria muda dengan sebab tidak nyata untuk hydrocele. Ultrasonic bias mengungkapkan infeksi atau tumor.
Pengobatan
Kebanyakan hydrocele tidak membutuhkan pengobatan.Meskipun operasi pengangkatan kadangkala dilakukan untuk hydrocele yang tidak bias besar.

BAB  III
PENUTUP
3.1.  Kesimpulan
Omphalocele adalah kondisi bayi waktu dilahirkan perut bagian depannya berlubang dan usus hanya dilapisi selaput yang sangat tipis.
Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan berupa lubang uretra yang terletak di bagian bawah dekat pangkal penis bukan di ujung penis.
Phimosis adalah penyempitan yang menyebabkan bayi/anak sukar berkemih bayi/anak sering menangis keras sebelum urine keluar.
Hydrocele adalah penumpukan cairan pada selaput yang melindungi testis.
3.2.  Saran
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis berharap kepada pembaca untuk lebih melengkapi dalam penyusunan makalah ini dengan mengambil dari referensi yang lebih benyak .

DAFTAR  PUSTAKA

Johnson, Marion dkk. (2000). Nursing outcomes classification (NOC). Mosby

Suriadi SKp, dkk. (2001). Asuhan keperawatan pada anak. Jakarta : Fajar Interpratama

Mansjoer, Arif, dkk. (2000).Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2, Jakarta : Media Aesculapius.

McCloskey, Joanne C. (1996). Nursing interventions classification (NIC). Mosby

Price, Sylvia Anderson. (1995). Pathofisiologi. Jakarta: EGC

Purnomo, B Basuki. (2000). Dasar – dasar urologi. Jakarta : Infomedika

Santosa, Budi. (2005-2006). NANDA. Prima Medika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar